Mengapa Harus Waria??
Seorang Guru di sebuah grup whatsapp yang terdiri dari para pembina ekstrakurikuler lintas sekolah yang saya ikuti dengan bangganya mengupload kegiatan kunjungan ke rumah salah seorang waria terkenal di kota kami.
Dia membawa rombongan siswanya yang merupakan anak-anak SMA dengan dalih sharing bareng si waria tentang keberagaman. Entah keberagaman bagaimana yang beliau maksud.
Berbagai pertanyaan langsung berseliweran dalam benak saya. Saya istighfar berkali kali, mengapa harus waria yang dipilih? tidak ada lagikah manusia normal yang berprestasi di kota ini?
Dalam penjelasannya Guru itu mengatakan, "kenapa saya berani ajak anak-anak menemui dia, karena buat saya dia beda dengan waria yang lain. Dia itu smart dan produktif dalam kegiatan-kegiatan positif."
Ini waria?
LGBT dong ya?
Kita semua tahu, LGBT adalah bahaya laten bagi anak turun umat manusia. Perbuatan ini dilaknat Tuhan sejak jaman nabi Luth. Lantas seorang Guru memberikan role model kepada siswanya seseorang yang berperilaku menyimpang. Perilaku yang dilaknat Tuhan. Astaghfirullah...
Di kota ini bertebaran orang normal yang sukses. Pemilik kedai kopi kekinian Okui Kopi yang sedang hits itu adalah orang muda yang sukses. Atau pemilik Toko Batik Danar Hadi, owner ayam goreng Bu Lanny, mereka adalah orang-orang muda yang sukses. Kita juga punya Sarah Tria, peraih medali emas sea games juga berasal dari sini. Beliau-beliau pasti akan dengan senang hati jika kita ajak sharing. Yang jelas orientasi seksual mereka normal. Kenapa harus waria???
Mirisnya, dalam diskusi grup itu banyak kawan yang mendukung dengan berargumen bahwa waria juga manusia. Jangan menghina manusia, itu ciptaan Tuhan sama aja menghina Tuhan.
Hey gaes... ini bukan perkara hina menghina. Konteksnya beda jauh menirut saya, ini perilakunya, perbuatannya. Oke, saya sepakat kita tetap menghargai waria as human being, sebagai sesama manusia. Kita tunaikan hak dan kewajiban kita sebagai sesama makhluk Tuhan. Tapi ini adalah proses pembelajaran, yang akan dikenang puluhan pemuda itu sepanjang hayat.
Kita sedang memberikan sebuah contoh pada anak didik, genenerasi muda yang kelak akan menduduki posisi-posisi penting negeri ini. Ini role model, jika role model yang disuguhkan macam begini jangan salahkan kalau mereka punya kesimpulan "Jadi banci sukses dihormati, disegani, dijadikan contoh. Jadi banci, sah", wah celaka tiga belas.
Bagaimana nanti kita bertanggung jawab dihadapan Tuhan.
Kita semua sedang memerangi LGBT, menjauhkan anak cucu sejauh jauhnya dari perbuatan terlaknat itu. Mendoakan mereka dengan sebaik- baik doa agar memjadi insan kamil yang qurota ayun, memberi makan dari yang halal dan thoyib, memberi mereka pemahaman dan pengetahuan akan jahatnya pelaku-pelaku LGBT yang notabene adalah mereka para waria.
Maka menurut hemat saya janganlah anak-anak malah dikenalkan dengan pelaku LGBT. Alangkah lebih bijaksana kita selaku pendidik untuk bisa memilih dan memilah siapa tokoh yang patut kita contohkan untuk anak didik kita.
Kita tidak sedang membicarakan kelainan kromosom atau kelainan alat kelamin manusia. Fokus kita pada perilaku LGBT yang bisa menular bahkan pada mereka yang tak nampak bakat banci sekalipun. Laten!!
Mungkin cara berpikir saya dianggap dangkal dan sangat sederhana, sesederhana murid-murid saya yang masih berseragam biru putih. Tak masalah, saya tetap berpendapat bahwa tak layak seorang LGBT kita jadikan role model bagi anak didik yang sangat kita cintai. Fokus pada perilakunya bukan orangnya. Sekali lagi jika orang normal yang sukses masih banyak kenapa harus waria?? Itu saja.
Novie Anggriani, S.Psi ~ Pembina PIK-R Essotig
~Menulis, mengingatkan diri sendiri~
Novie Anggriani, S.Psi ~ Pembina PIK-R Essotig
~Menulis, mengingatkan diri sendiri~
Komentar
Posting Komentar