“DIKSIMU DIRIMU”


Suatu hari Abu Dzar bertemu dengan Bilal bin Rabbah, seorang laki-laki berkulit hitam dari Habasyah yang sekarang kita kenal dengan Ethiopia. Sebuah Negara yang mayoritas penduduknya berkulit hitam. Ketika itu Abu Dzar memanggil Bilal dengan “Ya Ibnul Aswad…!” (heh orang hitam…).

Mendengar panggilan itu Bilal tidak menoleh, dia tersinggung lalu melaporkan perbuatan Abu Dzar kepada Rasulullah. Dia katakan kepada Rasulullah, meskipun ia memang hitam dan berasal dari daerah yang mayoritas penduduknya berkulit hitam tapi tak suka jika dipanggil demikian.

Rasulullah kemudian meminta Bilal untuk mencari Abu Dzar dan mengatakan bahwa Rasul mencarinya. Abu Dzar yang mendengar panggilan itu langsung menemui Rasulullah. “Wahai Abu Dzar apakah kau tadi bertemu dengan Bilal dan memanggilnya dengan Ibnul Aswad?” tanya Rasulullah, Abu Dzar pun mengiyakan hal tersebut.

Rasulullah kemudian berkata “sesungguhnya pada dirimu masih ada sifat jahiliyah, minta maaflah kepada Bilal yang sakit hati karena ucapanmu”. Mendengar itu Abu Dzar menangis dan memohon maaf kepada Bilal yang telah ia sakiti akibat lisannya.

Betapa para sahabat sudah memberikan begitu banyak keteladanan dalam kehidupan kita, manusia yang hidup ribuan tahun setelahnya. Dalam kisah itu Abu Dzar mungkin hanya becanda, tapi nyatanya menyinggung hati Bilal. Itu Abu Dzar lho, seorang laki-laki yang terkenal paling setia kepada Rasulullah aja bisa keseleo lisannya sampai menyakiti hati saudaranya. Lah kita??? hanya remah rengginang di kaleng khong guan yang tutupnya harus dilapisi koran biar gak melempem (eh…).

Maka benar ketika Rasulullah sering sekali mengingatkan manusia untuk menjaga lisan. Apalagi “bicaranya” orang sekarang bisa melalui banyak saluran (whatsapp, telegram, facebook dan media sosial lainnya) dan bisa “didengar” ribuan orang sekali waktu, tersebar luas serta tak bisa ditarik kembali karena berupa teks tertulis maupun audio dan video. Jika tak hati-hati maka bisa menyakiti orang lain hingga menyulitkan diri sendiri, maka pilihan diksi dalam berkomunikasi sangat penting untuk diperhatikan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diksi diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Dari situ jelas bahwa penguasaan kata seseorang akan mempengaruhi kegiatan berbahasanya.

Dalam masyarakat berbudaya tutur seperti kita pilihan diksi seseorang menggambarkan kepribadian orang tersebut, pun menunjukkan kemampuannya untuk berpikir secara dialektis. Biasanya orang yang tumbuh besar di lingkungan kurang berpendidikan ucapannya cenderung kasar dengan pilihan diksi yang tidak tepat. Atau orang yang hobi menyindir maka kecenderungan diksi yang ia gunakan merupakan sindiran yang dimaksudkan untuk membuat "framing" seolah dirinya yang paling menderita dan merana. Sebuah upaya menggalang simpati yang seringkali malah tidak tepat sasaran.

Media sosial memang ruang untuk siapa saja bisa berbicara, mengungkapkan perasaan dan mengeluarkan semua uneg-uneg. Namun tak jarang di media sosial sering terjadi salah komunikasi, maka sekali lagi pilihan diksi yang tepat dan hati yang tulus dalam berkomunikasi itu penting karena mencerminkan kepribadian kita yang nyata.

Dulu mbah uti saya sering berpesan begini "Ojo sirat-sirat madu lak ngomong (dalam berkomunikasi, jangan suka mengucapkan kata manis namun tidak tulus) opo maneh mbuntut arit (kata-kata yang enak didepan tapi menyakitkan kemudian)." 

Hindari ya teman, karena hanya hati yang tulus dan pikiran yang positiflah  yang akan membawa pesan (kebaikan) kita sampai dengan baik kepada orang lain. Komunikasi berjalan lancar dan hati menjadi lapang.

Yuk saling mengingatkan...



*) dari berbagai sumber
*) pic taken from google

Komentar

  1. Mencerahkan, bagaimana dengan basa basi apakah ini termasuk ungkapan tidak tulus?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

~HUJAN~⠀

“AKU INGIN TERUS SEKOLAH, BU..”

“BOLEHKAH AKU IKUT BELAJAR?”