Jika nama adalah seuntai doa, maka sesungguhnya orangtuanya tak salah menamai anak ini.
Hasanudin, menyandang arti yang indah. Hasan bermakna baik, addiin artinya agama. Diharapkan kelak tumbuh dewasa menjadi orang yang baik agamanya dan bagus akhlaknya.
Nyatanya hingga si Hasanudin besar harapan kebaikan itu semakin jauh panggang dari api. Dia tumbuh menjadi pribadi yang temperamental. Tak hanya hobi memukul teman, tapi juga kasar kepada guru. Hampir semua guru sudah pernah dimaki oleh si Hasan. Remaja tanggung berkulit sawo matang dengan rambut tegak menantang langit, seolah menggambarkan sifat pemiliknya yang pemarah.
Suatu pagi yang mendung, duduk dihadapan saya sambil menangis tersedu-sedu seorang wanita berdaster lusuh.
Dia adalah ibu si Hasanudin.
Dalam sedu sedan ia menyerah menghadapi anaknya. Di rumah Hasan sering berbuat onar dan selalu marah hingga sang ibu lelah berdoa namun anaknya tak kunjung berubah. "Kalau ibu menyerah lantas kepada siapa lagi kami berharap?" tanya saya. "Hanya doa ibu yang paling mustajab menembus langit membolak balik hati Hasanudin. Jangan menyerah bu, berjanjilah" saya genggam jemari kasar ibu itu.
Sampai hari kelulusan Hasanudin tak banyak berubah. Hingga beberapa minggu yang lalu dia datang ke sekolah memohon legalisir. Berpakaian rapi, meskipun masih dengan rambut jepraknya tapi dia terlihat lebih santun dibanding dulu saat masih sekolah disini. Pun ketika datang, semua guru disalami dengan senyum termanis yang dia punya.
Ini sebuah kemajuan, Hasanudin berubah.
Tuhan tidak pernah curang, ud'uni astajib lakum.
Allah sang pembolak balik hati telah melembutkan hati Hasanudin, si pemarah yang tak pernah tersenyum, Allah kabulkan doa Ibunya.
Hari ini senyumnya membuktikan.
Hasanudin, menyandang arti yang indah. Hasan bermakna baik, addiin artinya agama. Diharapkan kelak tumbuh dewasa menjadi orang yang baik agamanya dan bagus akhlaknya.
Nyatanya hingga si Hasanudin besar harapan kebaikan itu semakin jauh panggang dari api. Dia tumbuh menjadi pribadi yang temperamental. Tak hanya hobi memukul teman, tapi juga kasar kepada guru. Hampir semua guru sudah pernah dimaki oleh si Hasan. Remaja tanggung berkulit sawo matang dengan rambut tegak menantang langit, seolah menggambarkan sifat pemiliknya yang pemarah.
Suatu pagi yang mendung, duduk dihadapan saya sambil menangis tersedu-sedu seorang wanita berdaster lusuh.
Dia adalah ibu si Hasanudin.
Dalam sedu sedan ia menyerah menghadapi anaknya. Di rumah Hasan sering berbuat onar dan selalu marah hingga sang ibu lelah berdoa namun anaknya tak kunjung berubah. "Kalau ibu menyerah lantas kepada siapa lagi kami berharap?" tanya saya. "Hanya doa ibu yang paling mustajab menembus langit membolak balik hati Hasanudin. Jangan menyerah bu, berjanjilah" saya genggam jemari kasar ibu itu.
Sampai hari kelulusan Hasanudin tak banyak berubah. Hingga beberapa minggu yang lalu dia datang ke sekolah memohon legalisir. Berpakaian rapi, meskipun masih dengan rambut jepraknya tapi dia terlihat lebih santun dibanding dulu saat masih sekolah disini. Pun ketika datang, semua guru disalami dengan senyum termanis yang dia punya.
Ini sebuah kemajuan, Hasanudin berubah.
Tuhan tidak pernah curang, ud'uni astajib lakum.
Allah sang pembolak balik hati telah melembutkan hati Hasanudin, si pemarah yang tak pernah tersenyum, Allah kabulkan doa Ibunya.
Hari ini senyumnya membuktikan.